Sushi Legendaris Ternikmat Sedunia
Sukiyabashi Jiro Sushi? Nope, saya belum semevvah itu. Dengan budget seadanya, ga rela rasanya membayar 4 juta Rupiah untuk sekali makan di kedai Master Sushi terbaik dunia, Jiro Ono. Bayangin, ngemut Sushi seporsi dapet PS4. Harga dari sebuah kesempurnaan. Kedai sushi terbaik, terpopuler dan termahal di dunia. Tempat mantan Presiden Obama dijamu oleh Shinzo Abe saat berada di Tokyo. Maybe next time. Kalo saya dah jadi Billionnaire, dan kalo Jiro san nya masi idup.
Karena belum bisa kesana tapi sudah sampe Jepang, tentu saja harus merasakan Sushi. Ikan mentah segar diatas gumpalan nasi. Walaupun Sushi ada dimana-mana namun kita ingin merasakan yang terbaik setidaknya sekali dalam seumur hidup. Kedai sushi yang ga kalah enak dengan Jiro tapi pas di kantong. Maka pilihan saya jatuh pada Sushi Dai!

Alarm yang berbunyi memaksa saya untuk bangun lebih pagi dari ayam. Dengan muka bantal dan ga sempet mandi, saya berusaha membangunkan Aping yang berada di kamar berbeda. Usaha mengajak nya makan sushi pun gagal, raga nya masih ingin bermimpi. Dengan kereta paling awal, jam 5 subuh saya berangkat sendirian menuju pasar ikan terbesar dan tersibuk di dunia.
Setibanya di Tsukiji, pemandangan manusia yang sibuk bekerja bersama ribuan ikan menyambut kedatangan saya. Ingin rasanya melihat event pelelangan Tuna. Namun dibatasinya jumlah orang yang boleh melihat dan harus daftar jam 3 pagi, menggagalkan saya melihat tuna gede ditawar om-om. Sambil berjalan kaki menuju Sushi Dai, saya menikmati pasar ikan yang bersih dan tertata rapi. Baunya seger seger sedep. Amis amis ngangeni.
Berbekal Google maps, saya pun sampai di Sushi Dai. Saya pikir masih pagi yang ngantri paling sedikit. Ternyata saya teot. Antrian nya mengular dari kedai sampe pinggir jalan membentuk huruf L. Tampaknya orang-orang ini sudah ngantri dari jam 4 subuh walaupun kedainya baru buka jam 5 pagi. Ngantri sushi kaya ngantri iPhone baru launching. Luar binasa! Di tengah udara dingin saya ikut ngantri apapun yang terjadi. Demi sushi yang menggoyang lidah, lambe turah.

Dari jam 6 pagi saya baru masuk kedai kurang lebih jam 8.30. Bayangkan! antri berdiri ditengah angin dingin 7 derajat Celcius. Dibutuhkan ketangguhan dan tekad baja untuk melakukannya. Jika ga kuat, mending kamu lambaikan tangan ke penonton. Kenapa antrinya bisa lama banget? karena kedai nya sangat kecil, cuma muat untuk 10 orang.
Saya ga habis pikir, sudah setenar ini kenapa ga pindah ke tempat yang lebih gede atau diperluas gitu. Biar turis yang pingin nyicip ga semenderita ini. Atau kita sengaja dibuat menderita kedinginan dan kelaparan dulu di luar? jadi pas masuk langsung lahap dan makin kerasa enak? trik yang kejam.

Dengan hati senang dan pipi keram, akhirnya tiba giliran saya masuk. Kedai nya kecil dan sempit. Pintu masuknya cuma muat buat dua orang. Ruangannya kaya kamar kos-kosan. Suasana dan atmosfer nya Jepang banget dan terasa homy. Begitu masuk, chef koki yang ada didalam berteriak menyambut “Irasshaimashe!” saya pun menjawab ‘Haik, arigatou’ sambil menunduk bingung mau jawab apa.
Kemudian saya dituntun oleh tante berkacamata menempati tempat duduk. Di depan saya terdapat meja memanjang yang terbuat dari kayu. Seperti meja bar multifungsi merangkap piring bersama. Dibalik meja ini ada 3 koki sushi yang bekerja. Alih-alih meletakkan sushi di atas piring, mereka menempatkannya langsung di meja. Unik!

Begitu saya duduk, segelas teh dan semangkuk sup hangat langsung disajikan. Sejenis appetizer, makanan pembuka untuk menghangatkan diri. Mungkin mereka tau betapa lelahnya berdiri di luar sana. Kalo mengerti, kenapa ga buat resto yang gede?! dalam hati saya masi esmosi.
Saya pun langsung memesan menu Omakase ‘Trust the Chef’ yang berisi 9 Sushi Nigiri (gumpalan nasi sekali suap dengan topping berbagai macam ikan mentah) + 1 Sushi Maki (gumpalan nasi gulung dibungkus rumput laut) seharga 4000 Yen | Rp. 510,000. Menu dimana kita percaya sepenuhnya kepada Chef layaknya kepada pasangan hidup. Membiarkan Chef memilih ikan apa yang paling segar untuk disajikan.
Cuma ada dua pilihan menu di Sushi Dai. Karena saya ingin mencicipi keseluruhan variasi sushi, saya memesan menu Omakase (10+1 Nigiri+Maki) seharga 4,000 Yen. Buat kamu yang masi meraba-raba, kira-kira cocok apa engga lidahnya sama sushi mentah. Kamu bisa memesan menu standar 6 potong sushi nigiri seharga 2,600 Yen.
- Address: 〒104-0045 Tōkyō-to, Chūō-ku, Tsukiji, 5 Chome−2−1
- Hours: Senin – Sabtu 5AM–2PM
- Price: 4,000 Yen | Rp. 510,000 Omakase (10+1 nigiri+maki). No credit card, prepare your cash
- Direction: Keluar melalui Exit A1 dari Tsukijishijo Station – Oedo line. Cari block 6 Sushi Dai Google Maps Location

Setelah memesan, kita bisa menyaksikan Chef memperagakan keahlian mereka membuat sushi. Nontonin mereka jadi hiburan tersendiri. Diperlukan proses panjang untuk menciptakan Sushi yang enak. Tidak cuma kualitas kesegaran ikan dan nasi, skill Chef teramat sangat penting. Mulai dari pemilihan ikan, pengirisan ikan, pengolahan nasi, penggempalan nasi dan ikan di tangan, sampai ke perpaduan bumbu dan penyajian diatas meja.
Dibutuhkan indra perasa dan penciuman yang hebat untuk menjadi Chef sushi handal. Seperti kata Chef Jiro, bahkan bakat alami saja ga cukup, dibutuhkan kerja keras untuk mempelajari cara menyayat ikan hidup tanpa muncratan darah. Seni maha tinggi dari seorang Chef Sushi.
Kemudian Chef menyajikan sushi satu persatu ke depan saya. Konon sushi paling enak adalah yang langsung dimakan saat baru selesai diiris. Jadi rasa daging tidak memudar oleh waktu. Seperti rasa cinta kita ke mantan. Selain itu, Chef nya juga ramah dan berusaha menyapa saya dengan bahasa Inggris terbata-bata. ‘Where are you from?’ ‘Indonesia’. Haik. Apa kabar?’ Chef juga sempat menanyakan apakah ada daging sushi tertentu yang tidak kamu sukai. Personal touch yang memberikan rasa nyaman.


Sebagai pembuka chef meletakkan ginger sebagai acar untuk sushi. Jahe disini berfungsi sebagai penetral rasa yang membersihkan langit-langit mulut sebelum kamu makan sushi berikutnya. Semacam jeda di ring tinju, dimana cewe sexy lewat sambil mengangkat plang tinggi-tinggi. Tujuannya agar rasa ikan sebelumnya memudar dan lidah kita ga eneg. Santapan pertama adalah tamago! telur dadar berbentuk persegi panjang yang lembut. Simple tapi kerasa enak banget!

Sushi pertama yang disajikan adalah ikan tuna. Saya kurang ngerti apakah ini Chutoro (medium fatty tuna) atau Otoro (the fattiest part of tuna, bagian perut dekat leher), yang pasti daging ini berasal dari perut tuna yang besar itu. Sebelum kesini, saya sempat nonton Youtube ‘bagaimana cara memakan Sushi dengan benar.’ Warga lokal ternyata suka makan Sushi dengan tangan dibandingkan sumpit. Saya pun meniru bagaimana warga lokal memakannya, seperti kita yang makan nasi padang pake tangan.
Saya mengambil Sushi, menambah secuil wasabi diatasnya, mencocol sedikit soy sauce, lalu mengunyahnya sekali hap! Saya pun merem dan tersenyum. Bulu kuduk berdiri. Saya merasakan gemerlap kekenyalan yang meleleh dimulut. Lemaknya yang tebel membuat lidah saya muncrat didalam. Sushi terenak yang pernah saya makan. Seperti lagi dengerin konser musik orkestra yang indah. Walaupun saya belum pernah nonton orkestra. Untuk sebuah sushi yang sederhana, kenapa rasanya bisa begitu berwarna?


Fresh. That’s what this place is all about. Sushi dengan ikan terbaik yang super fresh! Ikannya baru mati pagi itu juga. Rasa daging ikannya bener-bener kenyal, gurih dan ga amis. Sangat berbeda dengan ikan yang kita beli di supermarket. Dibunuh di laut, masukin tumpukan es, diawetin, dikirim berhari-hari, dijual di pasaran, baru kita goreng dirumah. Bayangin berapa lama mayat mereka baru sampe keperut?

Saya ga mencantumkan semua sushi yang saya makan, hanya beberapa yang saya anggap special. Selain tuna, yang paling saya suka adalah Sea Urchin atau landak laut. Rasa asin dari landak laut dan nasi yang dinanak sempurna menjadikannya benar-benar istimewa. Sulit untuk mendeskripsikannya. Seperti mencicipi lautan yang membahagiakan. Seret-seret asin bikin nagih. Dengan mata segaris. Akhirnya saya keluar kedai dengan bahagia. Kayak habis menang perang.
Perjuangan ngantri akhirnya terbayar lunas. Pengalaman yang tak terlupakan. Mencicipi sushi yang luar biasa nikmat dengan harga yang pas. Jadi, apakah saya akan datang lagi untuk kedua kalinya? jawabannya adalah TIDAK. Lho, kenapa engga? katanya puas?
Yes, it’s worth to try for the first time. Tapi kalo cuma buat makan harus antri 2-3 jam subuh-subuh, saya terlalu lelah. Faktor U! Lebih baik saya mencoba sushi lain nya di Tokyo. Oh ya, tempat ini belum bisa menerima pembayaran dengan Kartu Kredit. Persiapkan cash yang cukup sebelum berangkat kesini.

Untuk kamu yang males bangun dini hari dan ga kuat ngantri, kamu bisa kesini Umegaoka Sushi No Midori. Kedai sushi modern yang luas, harga lumayan miring, dan ga kalah enaknya! Midori Sushi memiliki beberapa lokasi di Ginza, Akasaka, Shibuya, Daikanyama, dan lainnya.
Saya mencoba Umegaoka Sushi No Midori di cabang pusatnya di Ginza, yang bangunannya terdiri dari dua lantai. Tempatnya yang lumayan besar membuatmu ga perlu antri lama dibandingkan dengan cabang Shibuya yang touristy banget. Malam itu saya mengantri sekitar 30 menit.
- Address: 〒104-0061 Tōkyō-to, Chūō-ku, Ginza, 7 Chome−2−2
- Hours: Senin – Minggu 11AM–10PM
- Price: Most people order Ultimate Sushi Assortment 2,100 Yen | Rp. 270,000. Credit Card: Yes!
- Direction: Keluar melalui South Exit Odakyu Line Umegaoka Station, lalu berjalan kaki 1 menit Umegaoka Sushi No Midori Ginza Google Maps Location

Saat itu saya memesan Omakase Nigiri Chef’s recommend set. Berisi 12 sushi diantara nya adalah otoro, chutoro, sea urchin (landak laut), salmon roe (telur salmon), tamago (telur gulung), botan shrimp, green onion dan boiled conger eel sushi (sushi belut rebus kenyol-kenyol). ‘Itadakimasu!’ Tiap irisan ikan di sushi nya tebel abis. Unagi nya juga enak banget. Yang paling saya suka waktu makan sushi adalah merem-melek karena wasabi. Kesedek enak gimana gitu pas nyampe idung.
Sambil menenggak bir, saya memperhatikan sekitar. Tiap orang melahap sushi sambil ngobrol dengan asyik. Kebiasaan orang Jepang berkumpul dan minum minum kayak di komik terlihat disini. Ga cewe ga cowo, tua maupun muda. Ga heran si, karena selain enak, suasananya asik. Sayapun tak kuasa menahan nikmatnya beer yang bercampur dengan sushi di mulut. Cepet ngantrinya, nyaman di kantong, dan enak kebangetan. Yes, it is! kedai sushi yang bikin saya kangen untuk balik ke Tokyo.

Saat itu saya menyadari kalo Sushi di Jepang sangat berbeda dengan Sushi modifikasi di negara kita. Dari segi bentuk, rasa, dan variasi. Sushi di Jepang simple minimalis, ga macem-macem polos apa adanya. Just plain and fresh tanpa ada tambahan mayonnaise yang membuncah, saus berlebihan, ataupun gulungan nasi sekepal tangan. Mungkin maksudnya ingin menyesuaikan dengan cita rasa lokal karena kebanyakan dari kita belum biasa makan ikan mentah. Walaupun sebenarnya rasa daging ikan nya jadi ilang ketimpa segala variasi tadi.
Mumpung di Jepang, saya pun puas-puasin nyobain sushi. Mulai dari minimarket sampe random resto pinggir jalan. Dan, rata-rata Sushi nya enak-enak semua. Namun yang paling berkesan adalah dua kedai sushi diatas, Sushi Dai dan Umegaoka Sushi No Midori. Mungkin suatu hari nanti jika uang tak lagi jadi masalah, saya bisa nyobain sushi buatan Jiro ataupun anaknya.
Dibagian akhir saya cantumkan kisah hidup Jiro yang tanpa sengaja saya tonton di Youtube. Chef Master sushi terbaik Jepang yang menginspirasi semua orang di dunia. Kisah mengharukan dari kegigihan seorang Chef yang cinta akan pekerjaannya. Setelah menonton ini saya yakin, kamu makin cinta sama sushi. Yang pasti, bakal ngiler pingin nyobain langsung di Jepang.
“Once you decide on your occupation you must immerse yourself in your work. You must fall in love with your work. Never complain about your job. You must dedicated your life to mastering your skill. That’s the secret of success” – Jiro, the best sushi chef in the world
a trip to Japan is surely won’t be completed without a taste of real fresh Japanese sushi. Hands down for their fresh sushi(s)! Even the smallest chain of sushi restaurant serves tasty and fresh sushi. I’ve tasted sushi from various restaurant and small stall in Tokyo, Osaka, and Kyoto, from small one to bigger ones. They all have unique taste of their own and none of them failed me. And yes, Jiro Ono is indeed the master of sushi. I’ve never tasted his sushi but same as you, I hope I can try it one day.
LikeLiked by 2 people
Totally agree. Once you try Japanese Sushi. There’s no going back.
LikeLike
buat visa ke jepang apakah sama persyaratannya dengan visa ke korsel? dan klo sudah pakai e-passpor apa lagi yg harus dilakukan? mohon infonnya ya, thx ^^
LikeLike
Persyaratan nya tidak jauh berbeda dengan Visa Korea. Berikut syarat-syaratnya berdasarkan http://www.id.emb-japan.go.jp/visa_7.html
Dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi dalam mengajukan permohonan visa
1. Paspor.
2. Formulir permohonan visa dan Pasfoto terbaru (ukuran 4,5 X 4,5 cm, diambil 6 bulan terakhir dan tanpa latar, bukan hasil editing, dan jelas/tidak buram)
3. Foto kopi KTP
4. Fotokopi Kartu Mahasiswa atau Surat Keterangan Belajar (hanya bila masih mahasiswa)
5. Bukti pemesanan tiket (dokumen yang dapat membuktikan tanggal masuk-keluar Jepang)
6. Jadwal Perjalanan (semua kegiatan sejak masuk hingga keluar Jepang)
7. Fotokopi dokumen yang bisa menunjukkan hubungan dengan pemohon, seperti kartu keluarga, akta lahir, dlsb. (Bila pemohon lebih dari satu)
8. Dokumen yang berkenaan dengan biaya perjalanan:
Bila pihak Pemohon yang bertanggung jawab atas biaya
9. Fotokopi bukti keuangan, seperti rekening Koran atau buku tabungan 3 bulan terakhir (bila penanggung jawab biaya bukan pemohon seperti ayah/ibu, maka harus melampirkan dokumen yang dapat membuktikan hubungan dengan penanggung jawab biaya)
Kalo udah punya e-passport, hanya perlu registrasi ke Japan Visa Application Centre – JVAC (Jalan Professor Doktor Satrio No.3-5, RT.18/RW.4, Karet Kuningan, RT.18/RW.4, Kuningan, Karet Kuningan, Setia Budi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12940 https://goo.gl/maps/yRmGh6ALmKz )
TATA CARA REGISTRASI nya sebagai berikut:
1. Pemohon atau perwakilan pemohon membawa e-paspor dan formulir aplikasi ke Kantor Kedutaan Besar Jepang/Konsulat Jenderal/Kantor Konsulat di Indonesia untuk diregistrasi.
2. Kedutaan/Konsulat Jenderal/Kantor Konsulat akan menerima berkas permohonan, melakukan proses registrasi, menempelkan sticker bebas VISA, dan menyerahkannya pada pemohon kembali.
3. Yang bersangkutan dapat melakukan perjalanan ke Jepang untuk durasi tinggal maksimal 15 hari, berkali-kali hingga masa berlaku sticker tersebut habis, tanpa perlu melakukan registrasi lagi di tiap kali perjalanan.
4. Bagi pemohon Bebas VISA yang tidak dikabulkan permohonannya, harus melakukan permohonan VISA seperti biasa.
Sumber http://www.id.emb-japan.go.jp/news14_30.html
LikeLike
Thank you, it was very helpful information..
LikeLike